Keajaiban Ecoprint : Transformasi Alam Menjadi Karya Seni
Pengertian Ecoprint
Ecoprint merupakan suatu proses mentransfer bentuk dan warna pada permukaan kain (Maharani, 2018:15) Teknik ecoprint juga dapat diartikan suatu proses untuk mentransfer warna dan bentuk ke kain melalui kontak langsung (Flint, 2008). Berdasarkan beberapa artikel, ecoprint dapat didefinisikan sebagai teknik untuk mencetak pola dan warna tumbuhan secara alami pada kain yang berasal dari sumber alam. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk tekstil yang memiliki nilai jual tinggi dengan memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitar.
Ecoprint memanfaatkan bahan-bahan dari bagian tumbuhan yang mengandung pigmen warna seperti daun, bunga, kulit batang, dll. Motif dan warna kain yang dihasilkan dari teknik ecoprint memiliki karakteristik tersendiri, karena motif yang dihasilkan alam berbeda beda dan tidak bisa diduga meskipun menggunakan teknik pembuatan dan jenis tumbuhan yang sama. Jenis kain, proses mordantig maupun fiksasi juga berpengaruh pada hasil akhirnya. Hal inilah yang menjadikan teknik ecoprint memiliki nilai seni yang tinggi (Ulin, 2021).
Sejarah Perkembangan Ecoprint
Ecoprint muncul pada abad ke 20 yang merupakan teknik keberlanjutan dari natural dyeing yang Dimana penerapannya menggunakan ekstraksi pigment pewarna yang didapat pada bahan alami, namun berbeda dengan ecoprint yang merupakan teknik mencetak bentuk serta warna daun,akar,bunga ataupun batang secara langsung pada permukaan kain sehingga motif yang didapat sesuai dengan motif tanaman yang kita inginkan, namun hal tersebut masih menjadikan perdebatan ada pendapat lain yang meyakini bahwa ecoprint muncul secara mandiri diberbagai budaya di seluruh dunia yang dibuktikan dengan penggunaan ecoprint di mesir kuno, tiongkok kuno, india kunobahkan di jepang ecoprint dikenal dengan nama tsutsugaki dan telah dipraktikkan selama lebih dari seribu tahun.
Pada tahun 2006 teknik ecoprint dikembangkan oleh India Flint yang pada saat itu mencetak motif dengan menempelkannya secara langsung tanaman yang memiliki pigment pada kain yang memiliki bahan dasar alami, Teknik ecoprint mulai diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1980 dan popular pada tahun 2000an. Di negara ini, tradisi pencelupan alami dan seni tekstil memiliki akar yang kuat sehingga ecoprint memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat seniman dan perajin lokal.
Tokoh Ecoprint
India Flint adalah seorang seniman yang menjadi sosok sentral dalam perkembangan ecoprint. Ia mengembangkan metode ecoprint melalui eksperimen dan penelitian yang mendalam tentang sifat-sifat tumbuhan, pigmen alami, dan serat kain. Beliau lahir di Melbourne, Australia pada tahun 1958 lalu berpindah ke Montreal, Kanada. Saat usia 3 tahun beliau Kembali ke Australia bersama keluarganya dan memulai Pendidikan formal.
Beliau mengenal dunia tekstil berawal dari sang nenek yang mengajarinya menjahit, bukan hanya itu nenek India Flint juga mewarnai pakaian lusuh yang sudah pudar dengan berbagai kombinasi daun teh, calendula, bunga marigold dan kulit bawang. Saat beliau masih kecil tanpa tidak sengaja menemukan kain felt pada saat menggosok wol yang dikumpulkan dari pagar kawat berduri di dekat Werribee, bukan hanya neneknya beliau juga mendapat dorongan dari ibunya yang merupakan ahli sulam dan rajut yang membuatnya tertarik pada dunia tekstil, Beliau juga mendapat inspirasi oleh saudara laki-lakinya saat merebus telur dengan kulit bawang saat paskah hal tersebut membuat cangkang telur berubah warna menjadikan flint terpikirkan ide mewarnai kain dengan cara tersebut. Pada tahun 1991 beliau menemukan penemuan yang baru disadari pada kendang unggas nya yaitu telur yang bercetak daun eukaliptus yang membuatnya momen tersebut sangat mengubah hidupnya.
Pada tahun 2002, Indian Flint tinggal dan bekerja dengan ketiga anaknya di sebuah properti di lereng timur Pegunungan Lofty di Australia Selatan. Bukan hanya itu beliau mengajar di sekolah seni Australia Selatan, beliau menggabungkan kegiatan mengajar tentang proses pewarnaan yang berkelanjutan secara ekologis dengan penelitian, praktik tekstil, bermain saksofon tenor, dan bertani. Beliau menggunakan sebagian besar wol dan tanaman hasil pertanian dalam karyanya dan ditampilkan di sejumlah Museum Eropa serta koleksi pribadi. Prestasi artistik Flint telah menuai pujian dan pengakuan global. Karya-karyanya telah dipamerkan di galeri dan museum terkenal di seluruh dunia, memikat penonton dengan keindahannya yang halus dan narasi yang menggugah pikiran. Selain itu, ia telah menulis buku-buku berpengaruh, seperti Eco Colour: Botanical Dyes for Beautiful Textiles , yang telah menjadi sumber penting bagi seniman tekstil yang bercita-cita tinggi yang ingin mengeksplorasi teknik-teknik yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Karya Eco-print beliau sangat khas, yang dikembangkan selama penelitian saat melaksanakan. Magister Seni Visual di Universitas Australia Selatan, penelitian tersebut menjadikan ciri khas praktik tekstil India. meskipun beliau telah menjelaskan secara rinci teknik tersebut agar dapat membantu praktisi pewarna dalam menilai warna eukaliptus, ia memahami bahwa proses tersebut tidak akan digunakan secara komersial.
Selain kecakapan artistiknya, Flint dipuji karena dedikasinya dalam berbagi pengetahuan dan memberdayakan orang lain. Ia menyelenggarakan lokakarya dan kelas master di seluruh dunia, yang menginspirasi generasi baru seniman tekstil untuk menerapkan pewarnaan ramah lingkungan dan praktik berkelanjutan. Ajarannya telah menumbuhkan rasa kebersamaan dan kolaborasi dalam dunia seni tekstil, yang memicu gerakan menuju kesadaran lingkungan yang lebih besar dan eksplorasi kreatif.
Karya seni transformatif India Flint, yang dicirikan oleh gayanya yang unik dan pendekatan yang peduli lingkungan, terus memikat dan menginspirasi. Prestasi dan kontribusinya tidak hanya memperkaya bidang seni tekstil, tetapi juga memicu perbincangan global tentang pentingnya praktik berkelanjutan dan hubungan intrinsik kita dengan alam. Melalui karya seninya, Flint mengajak kita untuk berhenti sejenak, mengagumi keajaiban alam, dan merangkul hubungan yang lebih harmonis antara kreativitas dan lingkungan. Karya-karyanya telah menginspirasi banyak seniman tekstil di seluruh dunia.
Beliau mengatakan “Eucalyptus is decidedly my first love as every part of this genus will yield some kind of colour…and the range is astonishing, from green and yellow through gold, orange, tan, rust red to brown, black and even purple.” Yang bermakna bahwa dia sangat menyukai kayu putih, dan dari genus tersebut dapat menghasilkan beberapa macam warna yang sangat menakjubkan yaitu dari hijau dan kuning, emas, jingga, cokelat muda, merah karat, cokelat, hitam, dan bahkan ungu.
Beberapa macam cara yang dapat digunakan dalam Ecoprint :
1. Teknik Pounding (dipukul)
2. Teknik Steaming (dikukus)
3. Teknik Boiling (direbus)
Teknik
Pembuatan |
Proses |
Kelebihan |
Kekurangan |
Pounding(teknik pukul) |
Pounding yaitu teknik memberi mordan pada kain dan menyiapkan tumbuhan yang menjadi bahan utama ecoprint. Pada teknik pounding proses mentransfer bentuk dan warna tumbuhan pada kain dilakukan dengan cara memukul-mukul tumbuhan pada kain yang diletakkan pada permukaan datar. |
Tidak perlu treatment daun, dengan cara pounding maka jejak daun sudah terlihat, Pengerjaan lebih mudah, Jejak daun terlihat jelas |
Pengerjaan
lebih lama karena harus dikerjakan satu persatu |
Steaming(teknik kukus) |
Steaming yaitu teknik mengukus sehingga posisi kain tidak terendam air secara langsung. Teknik mengkukus memanfaatkan uap dan panas untuk mentransfer warna dan bentuk dari tumbuhan pada kain. |
Tidak memerlukan tenaga ekstra seperti pounding, Warna yang dihasilkan lebih natural dan asli |
- Jejak daun kurang terlihat jelas, Warna daun rentan luntur |
Boiling(teknik merebus) |
Boiling atau teknik merebus pada ecoprint dilakukan dengan cara kain dimordan kemudian kain tersebut dibentangkan sehingga posisi kain rata dan mendatar, kemudian tumbuhan ditempelkan atau diletakkan pada kain. Kain yang telah diletakkan bagian-bagian, tumbuhan lalu dilapisi dengan plastik, digulung dengan pipa hingga rapat, kemudian diikat dengan benang atau tali. Setelah itu kain direbus selama 1-2 jam. |
Tidak memerlukan tenaga ekstra seperti pounding, Warna yang dihasilkan lebih natural dan asli |
pengerjaan
lama karena harus melewati Beberapa tahapan |
Langkah Kerja Pembuatan Ecoprint
a) Teknik Pounding ( dipukul )
Alat dan Bahan :
1. Kain primisima, katun ukuran 40x40
2. Palu
3. Tawas
4. Daun katuk, jati, papaya
5. Plastic trasparan
6. Buku bekas
7. Ember untuk merendam tawas
8. shampoo
Langkah Langkah pembuatan :
1. Siapkan kain primisima ukuran 40x40 yang akan dibuat
2. Pilihlah daun yang akan dipakai untuk membuat ecoprint dengan teknik pounding lalu tata
dan komposisikan daun di atas kain kemudian tutup menggunakan plastik agar daun tidak
hancur
3. Setelah daun sudah ditutupdengan plastic, pukulkan palu pada daun dan pastikan posisi palu
sejajar agar proses transfer warna dari daun ke kain rata
4. Setelah melakukan teknik pounding kemudian lanjut pada tahap penguncian warna pada
daun dengan menggunakan air tawas
5. Sebelumnya air tawas dibiarkan kurang lebih selama satu hari, setelah itu rendam kain pada
air tawas namun gunakan permukaannya saja, endapan tawas jangan sampai tercampur dan
rendam kurang lebih 5-10 menit.
6. Setelah penguncian warna, jemurlah kain tersebut hingga kering
7. Setelah kering bilas kain menggunakn shampoo agar menghilangkan aroma bau pada kain.
b) Teknik Steaming ( direbus )
Alat dan Bahan :
1. Kain katun atau kain serat alami
2. Air cuka
3. Daun ( kersen, jati, kelor dll)
4. Kayu atau logam ( untuk menggulung kain)
5. Tali ( untuk mengikat kain )
6. Timba atau ember
7. Panci untuk mengukus
8. Pipa paralon untuk menggulung
9. Campuran air tawas
Langkah Langkah pembuatan :
1. Rendam kain dengan air tawas selama kurang lebih 10 menit agar pewarna nantinya
lebih awet
2. Celupkan kain polos ke dalam ember yang sudah terisi campuran air dan cuka. kemudian
peras kain untuk mengurangi kadar airnya dan zat warna daun (zat tannin ) dapat keluar
dengan maksimal
3. Bentangkan kain di atas meja yang datar lalu letakkan beberapa helai daun atau bunga di
atas kain dengan pola atau bebas sesuai keinginan (posisi tulang daun di bawah).
4. Tempatkan sepotong pipa dibagian bawah kain kemudian gulung secara perlahan. Untuk
menahan posisinya agar tidak terlepas lilitkan potongan tali di sepanjang bagian luar
gulungan kain.
5. Supaya warna terkunci dengan sempurna serta menghasilkan pigmen warna yang
menarik, gulungan kain tersebut harus dikukus di dalam air tawas selama kurang lebih 2
jam. Proses ini disebut tahap Fiksasi (penguatan warna).
6. Selanjutnya lepaskan ikatan benang yang terdapat pada kain.
7. Bentangkan kain pada meja, ambil daun daunan secara perlahan
8. Selanjutnya jemur kain ecoprint yang basah
9. Setelah itu kain siap digunakan.
c) Teknik Boiling ( dikukus)
Alat dan bahan :
1. Kain katun atau kain serat alami yang telah di modran
2. Daun ( kersen, jati, kelor dll)
3. Kayu atau logam ( untuk menggulung kain)
4. Tali ( untuk mengikat kain )
5. Timba atau ember
6. Panci untuk mengukus
7. Pipa paralon untuk menggulung
Langkah langkah pembuatan :
1. Modran kain terlebih dahulu
2. Bentangkan kain pada permukaan datar hingga semua sisinya rata agar tanaman
dapat diletakkan diatasnya
3. Letakkan tanaman pada atas kain dengan pola yang disukai
4. Lapisi atas kain yang telah disusun tanaman dengan plastic
5. Setelah itu gulunglah kain dengan rapat menggunakan pipa paralon dan ikat
menggunakan tali
6. Selanjutnya rebus kain selama 1 sampai 2 jam.
Alat dan bahan modran :
1. Kain katun atau kain serat alami
2. Tawas/kapur/tunjung ( tawas dengan dosis 70 gr/liter, kapur dengan dosis 50 gr/liter,
tunjung dengan dosis 20 gr/liter )
3. Air
4. Soda abu
5. Tro atau detergen
6. Panci untuk merebus
7. Sarung tangan
8. Pengaduk.
Langkah Langkah modran :
1. Rendam air dengan larutan detergen selama 12 jam untuk menghilankan kotoran
pada kain
2. Jemur kain hasil rendaman dengan cara di angin-anginkan
3. Siapkan larutan modran, yaitu 20 gr soda abu dalam 3 liter air bersih lalu aduk
hingga larut dan tambahkan tawas 90 gr kemudian aduk hingga rata
4. Masukkan kain hingga seluruhnya terendam\
5. Selanjutnya, rebus kain sampai mendidih. Jika ait sudah cukup panas, baliklah
permukaan kain tunggu hingga mendidih dan balik lagi
6. Matikan kompor, dan diamkan kain dalam kain selama 1-2 hari
7. Jemur kain yang telah di diamkan dengan cara di angin anginkan
8. Kain siap digunakan.
Ecoprint tentunya sangat bermanfaat, kain yang dihasilkan dapat dibuat baju,topi,
tas dan fashion lainnya yang menunjang ekonomi warga dengan memanfaatkan bahan
sekitar dan melalui proses yang cukup mudah.
Sumber Referensi
Alam, S., Ramadhani, W. P., &
Patmaniar, P. (2023). Pengembangan Lembar Kiagatan Siswa (LKS) Berbasis STEAM
dengan Teknik Ecoprint Sebagai Perangkat Pembelajaran Tematik. Jurnal
Pelita: Jurnal Pembelajaran IPA Terpadu, 3(1), 20–28.
https://doi.org/10.54065/pelita.3.1.2023.318
Hikmah, A. R.,
& Retnasari, D. (2021). Ecoprint Sebagai Alternatif Peluang Usaha Fashion
Yang Ramah Lingkungan. Universitas Negeri Yogyakarta, 16(1), 1–5.
https://journal.uny.ac.id/index.php/ptbb/issue/view/2172
Octariza, S.,
& Mutmainah, S. (2021). Teknik Pounding pada Anak Sanggar Alang-alang
Surabaya. Seni Rupa, 9(2), 308–317.
http:/e/journal.unesa.ac.id/index.php/va
Saraswati, T.
J., & Sulandjari, S. (2018). Perbedaan Hasil Rok Pias Eco Print Daun Jati
(Tectona grandis) Menggunakan Jenis dan Massa Mordan Tawas dan Cuka. E-Journal
Unesa, 7(2), 93–99.
Simanungkalit,
Y. S., & Syamwil, R. (2020). FASHION AND FASHION EDUCATION JOURNAL Teknik
Ecoprint dengan Memanfaatkan Limbah Mawar (Rosa Sp.) pada Kain Katun. Ffej,
9(1), 90–98. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ffe
Zulkarnaen, W.,
Amien, N. N., Andriyani, Y., Suparjiman, Jatnika, M. D., & Herlina, T.
(2022). Pelatihan Keterampilan Kreatif Ecoprint Pounding Sebagai Upaya
Peningkatan Ekonomi Bagi Kader Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lengkong Kota
Bandung. Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 1(1), 1–9.
Komentar
Posting Komentar